Cerpen "Duka di Balik Covid-19"



Suatu pagi, seperti biasa aku bersiap diri menuju ke sekolah yang
jaraknya agak lumayan jauh dari rumahku. Aku anak dari seorang tukang becak, iya.
Ayahku seorang tukang becak sedangkan ibuku hanyalah seorang pedagang
emperan di Pasar, segi ekonomi di keluargaku sangat kurang sekali sehingga aku diharuskan untuk hidup dengan sangat sederhana. Sebelum aku berangkat ke sekolah aku harus menyiapkan dagangan kue ku terlebih dahulu, aku sekolah sambil
berdagang kue hal itu aku lakukan untuk membantu menambah keuangan di
keluargaku karena kebutuhan sangatlah banyak. Untuk makan sehari-hari, biaya
sekolahku, kakak dan adik bungsuku. Setiap malam aku bersama ibu membuat kue
untuk dijual esok harinya di sekolah, terkadang aku dan ibu tidak tidur sepanjang
malam karena harus membuat kue dan menyiapkan dagangan pecel ibu untuk dijual
di Pasar, lelah dan penat tak lagi dirasa karena tuntutan ekonomi yang sudah
menjerat kehidupan. Setiap pagi semua anggota keluargaku pergi dari rumah. Aku,
kakak, dan adik berangkat menuju sekolah berjuang menimba ilmu untuk masa
depan, sedangkan ayah dan ibu pergi ke pasar untuk mengais rezeki. Aku bersama
kedua saudaraku berangkat menuju sekolah dengan naik ’’KOL’’.
 Terkadang kita sering terlambat masuk ke sekolah karena Kol kadang siang lewatnya, apalah daya kedua orang tuaku tidak
mampu untuk membeli sebuah sepeda motor untuk kakakku sebagai alat
transportasi menuju ke sekolah.
Aku bernama Andin, anak dari seorang tukang becak dan pedagang emperan. Aku
bersekolah di salah satu SMA Negeri yang elit, karena aku mendapat beasiswa
sekolah di sana, sangat mustahil jika bukan karena beasiswa aku bisa mendapat
kesempatan bisa bersekolah di tempat anak-anak orang kaya, bersyukur sekali
dengan sedikit ilmu dan kerasnya usahaku, aku bisa mendapat kesempatan emas
tersebut. Sambil bersekolah aku juga menjajakan dagangan kue ku kepada teman
serta guruku di waktu jam istirahat sekolah, kadang juga aku menitipkannya di
kantin sekolah. Kue yang dijual bermacam-macam, dari kue tradisional seperti dadar
gulung, pukis, lapis legit, nagasari, kue lumpur serta gorengan juga seperti risol, dan
pastel. Setiap bel istirahat aku berkeliling dari kelas ke kelas untuk menjajakan
dagangannya,
’’Kak, kuenya, Kak. Enak lho ! manis harganya juga murah’’
’’Dek, mau beli kue nggak ? Enak banget lho kuenya’’
Aku berkeliling dengan selalu mengucapkan kalimat tersebut, berharap ada yang
tertarik dengan daganganku kemudian membelinya. 
Lumrah sikap seorang pedagang memang harus begitu, selalu tersenyum dan berbicara dengan ramah
meskipun kadang sikap pembeli juga menjengkelkan
’’Enak nggak ini kue? Ntar kue nggak enak Lu jual wkwkwkwk’’
’’kuenya gak basi kan? Nggak pake formalin kan? Atau pake pemanis
buatan lagi’’
Aku hanya tersenyum mendengar kalimat pedas yang terlontar dari lisan-lisan
pembeliku, sambil meyakinkan bahwa kue kue enak dan sangat layak dikonsumsi,
karena ibuku tidak pernah memakai bahan yang tidak benar dengan dagangan yang
Suatu ketika di kelas aku sangat mengantuk sehingga aku tak kuasa menahan mata
yang ingin terlelap, sehingga perlahan mataku sayu dan tertidur pulas, mungkin hari itu aku terlalu capek karena semalaman begadang bersama ibu membuat kue untuk pesanan teman Ibuku, namun ketika aku terbangun dari tidur pulasku aku sangat terkejut mendapati kotak kue ku terbuka dan hanya tersisa beberapa biji kue saja, sontak aku langsung menanyakan kepada teman di sampingku.
’’Kue aku kemana ya? Siapa yang makan ?
’’Tuuuh, lagi dimakan temen-temen.’’
’Kalian tega banget sih, itu kue pesanan temen ibu aku, kenapa kalian
makan? Kenapa nggak beli aja ?...kalian kan anak orang kaya masa nggak
mampu cuma beli kue yang harganya cuma dua ribuan’’
’’Hahaha ! lagian suruh siapa tidur yaudah kita sikat aja’’ (dengan santainya
mereka menjawab sambil cengengesan)
Aku tak tahu lagi harus bagaimana, mau marah pun itu hanya percuma saja, toh kue
ibuku tidak mungkin kembali lagi, mau minta ganti rugi mereka tak mungkin mau
karena tidak ada yang membela aku saat itu. Memang, di sekolah aku tidak memiliki
satupun teman yang akrab denganku sehingga aku hanya menjadi bahan tertawaan
saja, tak ada satupun yang membela diriku. Mungkin karena aku bukan level mereka
yang seorang pengusaha maupun pegawai negeri. Namun aku tidak tinggal diam
akan hal itu, aku langsung bergegas menuju Ruang BK untuk mendapat
keadilan. Sontak guru BK ku menuju kelas dan menghampiri teman-temanku yang
terlibat memakan kue daganganku, Guruku langsung menanyakan kejadian yang
sebenarnya terjadi kemudian langsung saja Guruku memberi hukuman kepada
mereka dengan disuruh lari memutari lapangan basket sebanyak dua puluh kali dan
disuruh meminta maaf kepadaku. Lega sedikit diriku, namun sama saja kue ibuku
tak mungkin kembali lagi, tetapi uang dari kue ku yang telah dimakan teman-teman
dikembalikan kembali, itu saja karena Pak Guru menyuruhnya. Namun kelegaanku
hanya sekejap saja karena ada temanku yang berkata akan selalu membullyku
karena aku lapor kepada Guru BK, aku tak masalah karena aku sekolah sama saja
juga dapat perlindungan yang sama meskipun aku hanyalah gadis miskin. Bel
sekolah pun berbunyi. Aku Pun langsung bergegas menuju depan gerbang sekolah
menunggu Kol datang.
Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti baju, dan tak lama kemudian
ibuku datang dari pasar dan menanyakan kue daganganku yang tadi pagi ku bawa.
Dengan berat hati aku menceritakan semua kejadian di sekolah, lalu ibuku berlinang
air mata. Aku tidak tahu mengapa air mata ibu menetes seketika aku bercerita,
langsung saja ibu memelukku dengan mengucapkan kata ’’MAAF’’
’’Ibu kenapa menangis, ibu ada masalah?’’
’’ Enggak, Nak. Ibu Cuma sedih. Ibu belum bisa bahagiain kamu, Fahmi
dan Farhan. Dari kecil kamu dan saudara kamu nggak pernah ibu kasih
apa yang kalian mau, ibu dan bapak cuma bisa nyusahin kamu
sampai-sampai kamu berjuang seperti ini. Cari uang itu tugas ibu sama
bapak, bukan tugas kamu sama saudara kamu’’. (sambil berlinang air mata)
’’Nggak papa kok, Buk. Aku malah suka bantuin ibu jualan kue, kan enak
uangnya bisa ditabung’’ .
Semilir angin malam menemani suatu keluarga sederhana yang tengah makan
malam dengan bercengkrama ceria.
Seperti biasa aku bersama keluargaku makan malam bersama, meskipun dengan
makanan sederhana tak mengurangi rasa syukur dan keharmonisan keluarga kita
saat makan bersama. Kita memang selalu makan dengan makanan yang seadanya,
terkadang kita makan pecel dagangan ibu yang tidak laku habis di pasar, untuk
makan daging pun kita hanya bisa makan hanya setahun sekali saat Hari Raya Idul
Adha, itupun jika keluarga kami kebahagiaan. Di tengah-tengah makan biasanya
diselingi juga dengan cerita serta candaan dari Bapak, ibu, kakak, maupun adikku.
Sesederhana itu kebahagiaan hidup, saat keluarga semua sehat dan masih lengkap.
Ternyata tak perlu mewah untuk bahagia.
Setelah makan malam, biasanya keluargaku tak langsung tidur, kita masih
berkumpul untuk sama-sama bertukar cerita pagi tadi. Tak jarang biasanya adik
bungsuku yang selalu mencairkan suasana dengan tingkah laku konyolnya, Farhan
memang seperti itu, suka bergurau dengan kata-kata nyelenehnya namun sangat
menggelitik cocok untuk menjadi Komika muda hehe. Beda sekali dengan kakak
sulungku Fahmi, Ia sangat cuek dan sikapnya juga dingin jika tidak tidak diajak
berbicara dia hanya diam menunggu sang lawan berbicara terlebih dahulu. Namun
Ia sangat sayang kepada keluarga, sangat perhatian juga meskipun perhatiannya
tidak langsung Ia tunjukkan. Setiap malam seperti biasa aku membantu ibuku untuk
membuat kue dan pecel yang akan dijual besok pagi sembari mengobrol bersama
ibu. Tak terasa malam semakin larut, aku dan ibu bergegas untuk menyelesaikan
kuenya untuk kemudian mengistirahatkan tubuh yang sudah capek ini.
***********************
Embun pagi menyapa kembali, aku beserta ibu menyiapkan pecel serta kue yang
akan aku jual di sekolah, sedangkan ayah menyiapkan becaknya untuk menuju ke
pasar mencari penumpang, kemudian kakak dan adikku bersiap diri untuk menuju ke
sekolah. Setelah itu kami sekeluarga sarapan bersama di ruang tamu karena di
rumah tak ada ruang makan yang memang dikhususkan untuk makan, karena
rumahku sempit, bersyukur masih mempunyai tempat tinggal untuk berteduh.
Setelah itu aku dan kedua saudaraku berpamitan kepada bapak ibu untuk pergi
menuntut ilmu, kita bertiga berangkat bersama walaupun tujuan kita berbeda
dimana aku akan menuju ke SMA, Kakak menuju SMK, dan adikku menuju ke SMP
kita pergi bersama karena memang masih satu jalan. Seperti biasa kita bertiga
menunggu Kol di pinggir jalan.
’’Kok Kolnya lama banget sih nggak muncul-muncul’’ (keluh adikku yang
capek menunggu kol tak kunjung tiba)
’’Sabar aja, abis ini pasti muncul tenang aja’’ (kakakku meyakinkan)
Farhan terburu-buru pergi ke sekolah karena hari ini adalah jadwal piketnya, dengan
penuh penasaran Farhan mendekati jalan untuk melihat ada Kol yang lewat dari
selatan jalan. Namun......
’’FARHAAAAAAAANNNNNN !!!!!!!!!’’ (teriakanku dan kak Fahmi)
Hal yang tak diinginkan terjadi, Farhan diserempet truk besar. Sontak aku langsung
menjerit meminta tolong kepada orang di jalan serta tukang becak yang ada di situ.
Air mata aku dan kak Fahmi tak bisa terbendung melihat adik kesayangan kami
berlumuran darah di pinggir jalan. Sungguh tega pengemudi truk itu, Ia pergi
setelah menyerempet adikku dan tak mau bertanggung jawab. Kemudian Farhan
dibawa ke rumah sakit, beruntung ada pengemudi mobil yang baik hati dengan mau
mengantar adikku ke rumah sakit. Di situ Farhan tak sadarkan diri dengan darah
yang berlumuran di seragam putihnya, aku dan kak Fahmi hanya bisa berdoa
semoga adikku masih bisa ditolong.
’’Farhan, kamu bertahan ya, Dek. Kita sudah hampir sampai di rumah
sakit’’ (isak tangis tak bisa aku tahan)
Sesampainya di rumah sakit, Farhan langsung dibawa ke ruangan UGD, di situ aku
sangat sedih dan bingung melihat kondisi adikku yang tak sadarkan diri. Kemudian
aku meminjam Handphone orang yang sudah mengantar Farhan untuk
menghubungi bapak, ntah orang itu siapa hatinya sangat baik. Setelah aku
menghubungi bapak kemudian bapak datang di rumah sakit bersama ibu.
’’Farhan dimana? Farhan nggak apa-apa kan? Kenapa bisa diserempet
truk’’ (tanya ibu dan bapak sambil menangis tersedu-sedu).
’’Farhan ada di ruangan UGD, Pak, Bu’’ (jawab aku)
’’Siapa yang nganter kalian kesini ?’’
’’Orang itu, Pak. Dia yang nganter kita dia juga yang minjemin Handphone
tadi’’
Kemudian Bapak dan Ibu berterimakasih kepada orang itu, dan tidak disangka
orang itu menyerahkan sejumlah uang kepada bapak dengan nominal yang tidak
sedikit, entah masih ada orang berjiwa malaikat di zaman sekarang.
’’Loh ini uang apa, Pak?’’ (tanya bapakku sambil bingung)
’’Itu untuk biaya rumah sakit anak bapak’’ (jawab orang itu dengan
tersenyum)
’’Kenapa bapak baik sekali, kita bahkan tidak pernah sekalipun’’
’’Sudah terima saja, Pak. Saya kasihan melihat anak kecil itu tadi’’
’’Terimakasih banyak, Pak’’
Tanpa berkata-kata lagi pria paruh baya yang sangat baik hati itu langsung bergegas
pergi meninggalkan rumah sakit, bahkan kami belum sempat berkenalan dengannya


’’Kita tak pernah tau takdir Tuhan, entah esok kita bahagia ataupun sengsara. Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha serta berdoa kepada sang pencipta agar realita dalam kehidupan sesuai dengan ekspektasi indah kita.’’



’’Farhan, kak Andin seneng banget lihat Farhan udah bisa ketawa lagi. Aku bersama ayah, ibu, serta kakak masih menunggu di balik pintu UGD rumah sakit menunggu kabar dari dokter, berharap kabar baik yang akan terlontar dari bibir

dokter.

*********************

3 jam kami menanti, akhirnya muncul seorang perawat dari balik pintu UGD. Beliau
memberi tahu bahwa kondisi Farhan masih kritis dan kekurangan banyak darah.
’’Permisi, Pak. Putra bapak kehabisan banyak darah, saat ini dokter sangat
membutuhkan transfusi darah dari golongan B. Apakah dari keluarga
bapak ada yang mempunyai golongan darah tersebut?’’
’’Saya sendiri, golongan darah saya B’’ (saut bapakku)
’’Baik, bapak sekarang ikut saya ke Lab”
Saat itu Bapakku dibawa ke Lab untuk melakukan transfusi darah, sedangkan aku
kakak serta ibu hanya bisa berdoa kepada sang pemberi kehidupan agar Farhan
segera bisa melewati masa kritisnya.
Angin malam berhembus dingin menerpa kulit, menemani malamku yang masih
berada di UGD....Entah sampai kapan akan terus seperti ini.
00.00
Kabar baik terdengar di telingaku bahwa Farhan sudah sadarkan diri , sungguh lega
hati ini. Tangisan mata dari pagi hingga malam terbayar sudah dengan melihat 
adikku yang sudah siuman. Tetapi aku tak tega melihat kondisi adikku yang
tangannya terbelit beberapa selang infus, tak pernah aku melihat adikku lemah
seperti ini biasanya dia selalu tertawa bahagia mencairkan suasana dalam keluarga
dengan candaan-candaan yang terlontar dari bibir kecilnya, namun saat ini dia hanya
bisa terdiam bahkan untuk tersenyum pun ia tak sanggup.

**********************

Farhan mengalami gagar otak karena benturan kepala yang sangat keras saat waktu
kecelakaan kemarin, bersyukur adikku masih bisa selamat dari kecelakaan maut. Aku
juga bersyukur bisa bertemu bapak yang sangat baik itu karena ia memberi uang
kepada bapakku sebagai biaya rumah sakit adik. Tak mungkin jika bapakku kuat
membayar sendiri biaya rumah sakit yang mahal itu. Dua hari sudah kami berada di
rumah sakit tidak mandi sama sekali dan baju tetap yang kemarin, kami tak tega jika
meninggalkan adik sendiri di rumah sakit dengan kondisinya yang sangat lemah.
Kemudian saat malam hari ibuku menyuruh aku dan kakak untuk pulang terlebih
dahulu agar mandi dan ganti baju, karena dari kemarin aku dan kakak masih
memakai seragam sekolah. Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan ganti
baju aku juga menyempatkan memasak makanan terlebih dahulu untuk ku bawa ke
rumah sakit agar bisa dimakan bapak, ibu, serta kakakku. Meskipun yang ku masak
hanya nasi dan tempe goreng tapi tak apa untuk mengganjal perut kami. Kemudian
aku dan kak Fahmi bergegas kembali ke rumah sakit, sesampainya di sana aku
menyuruh bapak dan ibu untuk makan terlebih dahulu karena mereka belum makan
dari tadi pagi.

***********************

1 minggu kemudian...........
Satu minggu sudah adikku dirawat di rumah sakit, dan Alhamdulillah kondisinya dari
hari ke hari mulai membaik. Ia sudah bisa berbicara dengan lancar dan bisa
tersenyum dengan manis lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa selain mengucap syukur
kepada sang pencipta atas terkabulnya doa-doa yang telah aku panjatkan.
Aku berharap ujian dan cobaan ini cepat berlalu agar kondisi keluargaku dapat
membaik lagi seperti sedia kala, bahkan belakangan ini tak pernah ku dengar ada
satupun bunyi tawa dari lisan saudara serta kedua orang tuaku. Biasanya keluargaku
selalu ceria meskipun dengan keterbelakangan kondisi ekonomi.

Aku sangat bersyukur sekali melihat senyum yang terpancar kembali di bibir adik
kesayanganku, hari ini dia sudah makan dengan lahap dan mulai bawel lagi seperti
biasanya, sungguh tak tahan diri ini untuk senantiasa mengucap syukur
Alhamdulillah atas terkabulnya semua doa-doa yang telah aku panjatkan.
udah bawel lagi. Kakak sedih tau kalau liat kamu cuma tidur doang, diem, gak mau makan. Kakak selalu berdoa semoga Farhan cepet sembuh biar
kita bisa pulang bareng-bareng ya....’’
’’ Makasih ya kak Andin’’
’’ Maafin Farhan ya Bapak, ibu, kakak. Gara-gara aku kalian jadi susah...
gara-gara aku juga kalian ada di sini tidur di emperan teras rumah sakit
nggak pulang-pulang, Farhan memang jahat ya’’
’’Farhan nggak boleh gitu, ini musibah dari Allah ini adalah salah satu
ujian fisik dan mental. Siapa tau dari kita melewati ujian ini dengan
penuh kesabaran dan ikhlas derajat kita dinaikkan sama Allah’’ (saut ibuku
dengan nada yang sangat halus)
Tak terasa air mata menjatuhi pipiku secara tiba-tiba, aku tak pernah melihat
pemandangan sesedih ini dalam kehidupanku.
KRRRKKKKK (suara pintu yang terbuka)
’’Permisi, Bapak dari saudara Farhan. Karena anak bapak kondisinya
sudah membaik saya sarankan agar nanti sore saudara Farhan sudah
boleh pulang’’
’’Begitu ya Dokter, baik nanti sore saya akan membawa pulang anak saya”
’’Tetapi Farhan masih harus kontrol, Pak. Karena luka di bagian kepalanya
masih harus dirawat dengan baik agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan’’
’’Iya, Dok. Terimakasih’’
’’Baik saya tinggal dulu’’
Ibu sudah membereskan barang-barang serta baju ganti Farhan ke dalam tas,
setelah ini Farhan sudah bisa pulang kembali... aku sangat bahagia berharap kondisi
keluargaku normal lagi seperti biasanya. Dimana bapak bisa menarik becak, ibu
berjualan pecel, aku kak Fahmi dan Farhan bisa bersekolah kembali.
********************
Sesampainya di rumah aku melihat rumah yang sangat kotor dengan daun-daun
rumah padahal hanya satu minggu ditinggal sang penghuni rumah sudah layaknya
gudang yang tertinggal bertahun tahun. Kemudian aku bergegas untuk
membersihkan rumah agar nyaman dan enak dipandang mata dibantu kakakku
Fahmi. Kondisi rumah masih sepi karena salah satu anggota keluarga sakit, masih
belum ada keceriaan dalam keluarga kami.
Malam itu aku mulai kembali membantu ibuku membuat kue untuk dijual karena
uang tabungan bapak dan ibu sudah habis untuk biaya makan selama satu minggu
di rumah sakit saat mereka tidak bekerja sama sekali, dan juga Farhan masih harus
kontrol setiap satu minggu sekali ke rumah sakit juga harus membeli obat-obatnya.
Itu semua butuh biaya yang tidak sedikit, maka dari itu kedua orang tuaku harus
bekerja dengan ekstra agar bisa mencukupi biaya makan sehari-hari serta biaya agar
Farhan bisa cepat sembuh. Aku juga berjualan kue lebih dari biasanya yang biasanya
aku hanya membawa seratus biji kue tetapi sekarang aku menjual 2 kali lipatnya itu
karena aku harus mencari uang yang lebih. Kak Fahmi juga turut berjuang, ia
bekerja di tempat cuci sepeda motor setelah pulang sekolah ia tidak langsung
pulang dia ke tempat cuci sepeda motor untuk mencari uang jam 9 malam dia baru
pulang. Semua keluarga berjuang bersama agar terus bisa menyambung
kehidupan. Nasib baik mungkin belum mampir dalam kehidupan kita.
Sinar mentari mulai bersinar kembali. Aku mulai bersiap diri serta menyiapkan
daganganku yang akan kujual , karena dagangan kue ku lebih banyak dari biasanya
hari ini aku harus berangkat sekolah lebih pagi untuk menitipkan kue daganganku di
toko dekat pasar yang setengah dari kuenya aku jual sendiri di sekolah.
Hari ini sangat berbeda, dimana biasanya aku berangkat dengan kedua saudaraku
tapi sekarang aku hanya berangkat bersama kak Fahmi saja. Farhan masih belum
sembuh total, dia masih tergeletak di kasur kamar tidak mampu untuk berdiri
karena kepalanya masih pusing. Sebelum aku berangkat ke sekolah aku masih harus
mampir terlebih dahulu ke pasar untuk menitipkan dagangan, berharap daganganku
habis total.
Sesampainya di sekolah bel masuk langsung berbunyi bersyukur aku tidak telat
masuk jika terlewat satu menit saja mungkin aku sudah tidak boleh masuk ke dalam
sekolah. Namun kelegaanku hanya sekejap saja, aku lupa jika aku mempunyai PR
yang harus dikumpulkan, aku tak ingat sekalipun dengan itu karena semua isi di
pikiranku hanya tentang kesedihan karena adikku sedang sakit. Semua temanku
Sinar mentari mulai bersinar kembali. Aku mulai bersiap diri serta menyiapkan
daganganku yang akan kujual , karena dagangan kue ku lebih banyak dari biasanya
hari ini aku harus berangkat sekolah lebih pagi untuk menitipkan kue daganganku di
toko dekat pasar yang setengah dari kuenya aku jual sendiri di sekolah.
Hari ini sangat berbeda, dimana biasanya aku berangkat dengan kedua saudaraku
tapi sekarang aku hanya berangkat bersama kak Fahmi saja. Farhan masih belum
sembuh total, dia masih tergeletak di kasur kamar tidak mampu untuk berdiri
karena kepalanya masih pusing. Sebelum aku berangkat ke sekolah aku masih harus
mampir terlebih dahulu ke pasar untuk menitipkan dagangan, berharap daganganku
habis total.
Sesampainya di sekolah bel masuk langsung berbunyi bersyukur aku tidak telat
masuk jika terlewat satu menit saja mungkin aku sudah tidak boleh masuk ke dalam
sekolah. Namun kelegaanku hanya sekejap saja, aku lupa jika aku mempunyai PR
yang harus dikumpulkan, aku tak ingat sekalipun dengan itu karena semua isi di
pikiranku hanya tentang kesedihan karena adikku sedang sakit. Semua temanku
mengumpulkan tugas PR nya depan meja guru, sedangkan aku hanya terdiam
kebingungan mau mengerjakan tapi waktu tak mungkin sempat.
’’Andin, tugas kamu mana ? ’’ (sentak guruku yang membuatku terkejut)
’’Mohon maaf, Bu. Saya belum mengerjakan tugasnya’’ (jawab diriku dengan
gemeteran)
’’Kenapa tidak mengerjakan? Kamu mulai menyepelekan saya? Mulai ingin
jadi anak pembangkang? (dengan nada sangat tinggi)
’’Bukan seperti itu,Bu. Saya tidak sempat mengerjakan karena satu
minggu yang lalu saya dan keluarga mendapatkan musibah. Adik saya
masuk rumah sakit akibat kecelakaan, jadi saya harus berada di rumah
sakit dan akhirnya saya lupa kalau saya mempunyai PR’’
’’itu semua bukan urusan saya! Kamu adalah seorang pelajar tugas kamu
belajar dan jika ada tugas dari guru ya dikerjakan karena itu sudah
menjadi tanggung jawab kamu’’
’’Iya, Bu. Saya minta maaf saya berjanji saya tidak akan mengulangi lagi,
saya akan kerjakan tugas saya dan akan saya kumpulkan tepat pada
waktunya’’
’’Karena kamu sudah melakukan kesalahan, kamu saya beri hukuman
dengan lari mengelilingi lapangan basket sebanyak lima belas kali putaran
setelah itu kamu kerjakan PR kamu di luar kelas ! Hari ini kamu tidak
boleh ikut pelajaran saya. Selesai pelajaran kamu wajib tanya kepada
temanmu pelajaran hari ini serta tugas-tugasnya ! Paham ? "
"Iya, Bu. Saya paham"
Akhirnya aku pergi ke lapangan basket untuk menjalankan hukumanku. Matahari
saat itu sangat menyengat membuat keringatku bercucuran ke semua tubuhku
rasanya tubuhku ingin berbaring saja ditambah lagi haus yang sangat terasa
membuat tenggorokanku kering.
Lima belas putaran sudah aku lalui, aku kembali lagi menuju kelas dengan badan
sempoyongan karena kelelahan sehabis lari mengelilingi lapangan sebanyak lima
belas kali. Aku masih harus mengerjakan tugas PR yang kemarin di depan kelas.
Sungguh menyedihkan diri ini.
Tak terasa 4 jam pun berlalu, bel istirahat sudah berbunyi. Ini waktunya untuk diriku
berkeliling menjual dagangan kue ku. Seperti biasa aku berkeliling dari kelas ke kelas
tetapi hari ini kueku tidak laris seperti biasanya, para murid enggan untuk membeli
kue daganganku. Sudah 30 menit aku berkeliling hanya 5 biji kue saja yang masih
terbeli, sehingga bel masuk mulai terdengar kembali. Jam ke 3 kali ini waktunya
pelajaran Bahasa Indonesia dimana pelajaran ini adalah pelajaran kesukaanku.
"Hari ini ulangan harian ya anak-anak"
"Iyaa, Buuuu" (saut para murid)
Sungguh terkejut aku mendengar kalimat itu, ternyata sekarang waktunya ulangan
harian aku tidak belajar sekalipun karena aku lupa kalau hari ini ada ulangan.
"Bu, mohon maaf bolehkah saya meminta waktu dua puluh menit saja
untuk belajar" (ucapku)
"Tidak bisa, karena saya harus menghemat waktu. Waktu hanya dua jam,
lagian saya sudah mengingatkan jika minggu depan ada ulangan harusnya
kamu sudah siap-siap belajar dari rumah bukannya mau ulangan baru
mau belajar"
"Iya, Bu. Maafkan saya"
*************
Akhirnya ulangan pun dimulai, aku bingung sekali karena aku tidak belajar sama
sekali bahkan satu minggu ini aku tidak pernah menyempatkan diri untuk belajar
sehingga aku menjawab soal dengan seadanya entah itu salah ataupun benar, aku
hanya menjawab apa yang ada pikiranku. Dua puluh soal essay sudah selesai
kujawab lalu aku kumpulkan hasil ulanganku kepada ibu guru, namun hal
menyedihkan terjadi. Disaat pembagian hasil ulangan nilaiku terburuk dari semua
murid di kelas. Sungguh hal yang menyedihkan serta memalukan bagiku, aku tak
pernah sekalipun mendapat nilai dibawah lima puluh tapi saat itu ulangan bahasa
Indonesiaku hanya mendapat empat puluh lima. Buruk !!! Buruk sekali !!! Aku malu
pada diriku sendiri, menyesal karena tidak pernah membuka buku untuk belajar. Aku
hanya bisa berharap semoga beasiswaku tidak dicabut karena nilaiku yang buruk ini.
Entah kenapa hari ini keberuntungan tidak berpihak kepadaku.
02.30 WIB
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku harus cepat-cepat bergegas ke pasar untuk
menjemput keranjang kue ku serta uang hasil daganganku. Namun, hal
menyedihkan terjadi lagi. Sesampainya aku di pasar aku melihat keranjang kue ku
yang masih terisi tumpukan kue-kue.
"Buk, Kue saya nggak laku ya ?"
"Iya, cuma laku 7 biji saja tadi, Dek. Besok nggak usah titip di toko ibu
lagi ya, karena aku punya kamu nggak laku"
"Iya, Buk. Terimakasih ya"
"Iya, Dek. Sama-sama"
Menyedihkan sekali hari ini, keberuntungan sama sekali tidak berpihak
kepadaku. Dari pagi hingga sore hari nasib sial saja yang aku alami mana kue
ku masih banyak. Akhirnya waktu itu aku tidak pulang melainkan aku ke
tempat pekerjaan proyek bangunan untuk menjual kue ku kepada pekerja
bangunan di sana. Aku berinisiatif melakukan hal itu karena aku sudah
kebingungan, jika aku pulang masih membawa sisa kue yang banyak aku
tidak tega melihat raut wajah ibu serta keluargaku.
Sesampainya aku di proyek aku langsung menjajakan kue ku ke para pekerja
di sana, karena kue daganganku sudah dingin dan tampilannya tidak segar
lagi maka kuenya aku jual dengan harga seribu per biji, padahal harga aslinya
dua ribu per biji. Tapi tidak apa, daripada tidak terjual sama sekali. Dan
Alhamdulillah para pekerja di sana menyukai kue daganganku kemudian kue
ku laku habis meskipun uang yang aku dapat tidak sesuai dengan apa yang
aku harapkan. Kemudian aku langsung bergegas untuk pulang ke rumah, di
jalan menuju ke rumah aku melihat kak Fahmi sedang mencuci motor di
tempat kerjanya, aku prihatin dengan kondisi keluargaku yang saat ini sedang
dilanda cobaan. Tetapi, segala cobaan memang harus kita jalani dengan
penuh kesabaran dan ikhlas setulus hati.
"Assalamu'alaikum, Andin datang"
"Wa'alaikumsalam" (jawab ibuku)
"Kamu sudah pulang, Nak."
"Iya, Bu. Ini uang hasil kue yang tadi aku jual, tapi maafin Andin ya,
Bu. Uangnya nggak sesuai dengan yang kita harapkan karena kue
yang dijual di sekolah cuma laku 5 biji sedangkan yang aku titipin di
pasar cuma laku 7 biji saja. Jadi aku jual ke pekerja proyek, aku jual
seribuan per biji. Maafin Andin ya, Bu" (dengan penuh kesedihan)
"nggak apa-apa, Nak. Kuenya sudah habis itu udah bersyukur
banget walaupun uang sedikit yang penting barokah. Ini sudah
harus kita syukuri. Yaudah kamu ganti baju dulu terus makan ya"
"iya, Bu"
Ibuku memang saat ini pulang dari pasar lebih awal karena masih harus
menjaga adikku yang sedang sakit di rumah jadi penghasilan dari menjual
pecel juga makin berkurang saat ini. Kondisi keuangan di rumah makin
berkurang namun kebutuhan semakin bertambah.
5 Bulan Kemudian,
Tak terasa lima bulan sudah berlalu, aku bersyukur adikku Farhan kondisinya
mulai membaik seperti sedia kala dan dia sudah tidak perlu lagi kontrol ke
dokter. Mulai lega diriku, semoga setelah ini tidak ada lagi anggota keluargaku
yang tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan. Farhan besok mulai kembali
bersekolah seperti biasanya.
Keesokan harinya aku dan kedua saudaraku kembali berangkat sekolah
bersama-sama, entah mungkin aku masih trauma pada kejadian kecelakaan
adik sehingga aku enggan melepaskan tangan Farhan saat berada di jalan.
Aku tak ingin kejadian yang serupa kembali terjadi. Hari ini kondisi di rumah
mulai stabil lagi dimana aku tak perlu lagi berjualan kue dengan banyak serta
kakakku tak perlu bekerja menjadi tukang cuci motor. Kebutuhan di rumah
juga tidak terlalu banyak karena kedua orang tuaku sudah tidak perlu lagi
membayar biaya kontrol adik ke rumah sakit rasanya lega sekali rasanya
seperti salah satu beban hilang di pundak serta otakku.
Malam hari, seperti biasa semua anggota keluargaku berkumpul di ruang
tamu untuk makan malam bersama suasana mulai ceria kembali dengan
berbagai cerita dari bapak, ibu, serta kedua saudaraku. Farhan juga sudah
mulai banyak bicara dengan celotehannya yang membuat mulut tak kuasa
menahan tawa. Situasi seperti ini yang selalu aku inginkan, dimana semua
keluargaku sehat dan ceria meskipun dengan penuh kesederhanaan dalam
hidup.

~~~~~~~~~

Senin, 16 Maret 2019
Senin pagi, semangat lagi.
Aku bersiap kembali menuju ke sekolah untuk menuntut ilmu, seperti biasa
aku berangkat bersama kedua saudaraku naik Kol. Sesampainya aku di
sekolah aku langsung masuk ke dalam kelas, tetapi hari ini sangat berbeda
dengan hari senin biasanya dimana biasanya hari senin di sekolah selalu
mengadakan upacara bendera namun hari ini tidak ada bel untuk memanggil
para murid berangkat menuju lapangan.
Jam sudah menunjukkan di angka delapan, tetapi entah bel masuk tidak
berbunyi, guru-guru juga tidak menuju ke kelas untuk mengajar para murid.
Kemudian aku mendengar bunyi kegaduhan di depan kelas, sontak aku
langsung menghampiri kegaduhan tersebut.
"katanya sekolah akan diliburkan selama dua minggu" (teman-temanku berkata)
Setelah itu wali kelasku masuk ke dalam kelas, akhirnya para murid langsung
bergegas untuk masuk. Di dalam kelas wali kelas memberi pengumuman
kepada para murid bahwa mulai hari ini hingga dua minggu depan sekolah
akan diliburkan. Langsung saja para murid bahagia mendengar pengumuman
tersebut, tetapi tidak untuk aku jika sekolah diliburkan aku tidak bisa lagi
menjual kue dan tidak bisa membantu menambah ekonomi keluarga.
Hari itu setelah pengumuman, sekolah langsung dipulangkan akhirnya aku
tidak sempat menjual kue daganganku. Kemudian aku berinisiatif untuk pergi
ke taman kota yang tidak jauh dari sekolahku, aku berniat untuk menjual kue
ku pada para pengunjung taman. Namun, hari itu tidak seperti hari biasanya
taman itu sepi bahkan jalan raya tidak seramai seperti biasanya mungkin ini
ada kaitannya dengan munculnya wabah yang mulai tersebar ke Indonesia
yaitu Virus Covid-19.
Aku terus menyusuri jalan sambil menjajakan daganganku kepada satu dua
orang yang lewat, ya Alhamdulillah satu dua biji kue ku terjual juga. Aku
memang tidak pulang ke rumah setelah pulang sekolah karena aku tidak enak
jika pulang masih membawa kue yang masih menumpuk aku tak tega melihat
ibuku yang semalaman sudah berjuang melawan rasa ngantuknya demi
membuat kue tersebut.
Aku terus berjalan sampai aku berhenti di pasar. Aku berniat menjajakan kue
ku kepada penjual serta pembeli di pasar. Namun, hari itu memang bukan
rezeki diriku mungkin… aku sudah berkeliling dari depan pasar hingga ujung
pasar tidak ada sekalipun orang yang berniat membeli kue ku. Karena aku
sudah merasa penat dengan berat hati aku pun berniat pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah aku kaget melihat ibuku yang sudah berada di rumah,
biasanya ibu pulang dari berjualan pecel sampai jam dua hingga jam tiga
siang hari itu masih jam dua belasan ibu sudah ada di rumah.
"Assalamu'alaikum, Bu"
"Wa'alaikumsalam, sudah pulang, Nak"
"Iya, Bu. Hari ini sekolah dipulangkan lebih pagi karena mulai hari
ini hingga dua minggu kedepan sekolah akan diliburkan karena ada
pandemi"
"Oh, begitu ya. Yaudah gih kamu ganti baju dulu"
"Maaf ya, Bu"
"Loh, kamu minta maaf kenapa Andin?"
"Kue nya masih banyak, tadi di sekolah aku belum sempat berjualan
sekolah sudah dipulangkan terlebih dahulu, aku udah keliling di
taman, ke pasar tapi tetep aja kuenya nggak lalu"
"Andin, kamu nggak perlu sampai berkeliling seperti itu, Nak. Nggak
papa kuenya masih banyak kan bisa dimakan kamu sama
saudara-saudara kamu dimakan bapak ibu juga kan"
"Tapi nanti ibu rugi dong"
"Enggak, kalau dimakan keluarga ibu nggak pernah merasa rugi"
"Terus ibu pulangnya kok cepet dari pasar"
"Iya, Nak. Pasar tempat ibu berjualan juga sepi, bahkan pasar akan
ditutup juga dari hari ini sampai tiga hari kedepan"
"Terus kalau terus seperti ini kita gimana, Bu?"
"Udah kamu jangan mikir gitu, ganti baju sana gih"
"Iya, Bu"
Hari mulai menjelang petang, biasanya bapakku sudah pulang dari menarik
becaknya tetapi sampai mau maghrib bapak tak kunjung tiba. Aku berada di
teras rumah bersama kak Fahmi menunggu kedatangan bapak karena
perasaanku tidak enak.
" Kak, bapak kok belum pulang ya ? Biasanya jam segini bapak
sudah ada di rumah" (aku cemas)
"iya nih, mungkin masih bawa penumpang"
"semoga bapak cepat pulang deh, aku khawatir jadinya kalo gini"
"Udah, nggak usah mikir yang aneh-aneh"
"iya iya"
ggrrrrrrnggggggggggrrggg (bunyi suara becak bapak)
"itu bapak sudah pulang" (tunjuk kak Fahmi)
"Alhamdulillah" (lega)
Aku lega sekali melihat bapak akhirnya pulang, rasa cemasku hilang seketika
itu. Tetapi, raut muka bapak tidak sama dengan biasanya. Biasanya bapak
ketika pulang dari narik becak ia selalu tersenyum lepas melihat anak-anak
dan istrinya tetapi saat itu bapak kelihatan murung.
"Bapak tumben pulangnya agak malam"
"Iya, Nak. Bapak nunggu penumpang dari pagi sampai sore cuma
ada dua orang saja yang naik becak bapak"
"kok tumben, Pak?"
"hari ini pasar mulai sepi, orang-orang juga kebanyakan membawa
kendaraan pribadi mungkin ini ada kaitannya dengan adanya virus di
negara kita"
"Sabar aja, Pak. Mungkin besok yang naik becak bapak rame"
"iya, Aamiin. Ibu kamu mana?"
"Di dalam, Pak."
"Yaudah ayo masuk, udah maghrib..kita sholat berjamaah"
"Iya, Pak"
07.30
Malam itu terdengar gemuruh hujan disertai petir dari luar rumah menemani
keluargaku yang tengah makan malam bersama. Setelah makan malam
biasanya aku dan ibu pergi ke dapur untuk membuat kue, tetapi malam ini
berbeda. Aku tak lagi membuat kue serta membuat pecel yang akan dijual
karena sekolah sudah diliburkan dan ibu besok juga tidak bisa ke pasar untuk
berjualan karena pasar sudah mulai ditutup.
Malam itu semua anggota keluarga bercerita tentang kejadian yang dialami
pagi tadi, dimana aku bercerita tentang kue ku yang tidak laku, ibu bercerita
tentang pecelnya yang juga tidak laku serta bapak yang hanya mendapat dua
penumpang saja dari pagi hingga petang. Aku sedih, ini masih satu hari
wabah menyerang sudah seperti ini saja kondisi keluargaku bagaimana jika
wabah ini akan terus terjadi hingga berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau
bahkan bertahun-tahun. Tidak !!!! Semoga wabah ini cepat berlalu.
Pagi mulai menyapa kembali, pagi ini tak sama dengan pagi-pagi biasanya,
dimana aku setiap pagi selalu bersiap untuk bersekolah dan menyiapkan
dagangan kue tapi pagi ini aku hanya terdiam di teras rumah bersama kedua
saudaraku. Suasana di sekitar rumah juga sepi tak seperti biasanya. Aku dan
ibu sudah tidak berjualan, saat ini keluarga hanya mengandalkan hasil dari
bapak menarik becak... Ku doakan semoga bapak mendapat banyak
penumpang hari ini. Kondisi rumah sangat hening dimana hanya ada bunyi
televisi yang semua tayangannya mengabarkan tentang wabah covid-19. aku
heran, mengapa penyakit ini bisa terbawa ke Indonesia serta penyebarannya
yang sangat cepat jika ini terus terjadi sudah pasti akan membahayakan
keselamatan warga serta membahayakan segi ekonomi negara.
Hari demi hari virus ini mulai menjadi-jadi saja. Sehingga pemerintah
mencetuskan adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang
dampaknya sungguh terasa apalagi untuk golongan seperti keluargaku.
Dimana pemerintah menganjurkan untuk bekerja dari rumah, bersekolah dari
rumah dan apa-apa semua dari rumah. Sedangkan bapakku hanya seorang
penarik becak apakah bisa bekerja dari rumah, sungguh kondisi yang sangat
menyedihkan. Kemudian sekolah juga menetapkan sekolah daring dengan
menggunakan HP Android, sedangkan aku dan kedua saudaraku hanya
memiliki satu Android yang bapakku belikan untuk tiga anaknya itupun hanya
merk china yang kualitasnya di bawah sekali dari kata mewah. Bagaimana
bisa jika satu HP digunakan untuk tiga orang sekaligus dengan tiga sekolah
berbeda, itu hal yang tidak mungkin. Boro-boro bapak ingin membelikan HP
untuk bisa makan sehari-hari saja keluargaku sudah teramat bersyukur.
Bapak dan ibuku sangat bingung dengan kondisi yang sekarang sedang
keluarga kita alami, dimana uang mulai susah untuk dicari karena sepinya
penumpang becak dan mahalnya barang-barang sembako belum lagi bapak
dan ibuku pusing memikirkan sekolah aku dan kedua saudaraku yang kini
mulai daring dimana semua itu membutuhkan Android dan kuota belajar
setiap bulannya.
Setelah sholat subuh seperti biasa aku membantu ibu di dapur untuk
menyiapkan sarapan pagi, namun ternyata ibu hanya memasak sedikit nasi
saja karena ibu tak lagi punya uang untuk membeli lauk.
" Ibu masak apa sekarang, sini Andin bantuin"
" Ibu cuma masak sedikit nasi aja, Nak. Ibu nggak punya uang untuk
membeli lauk, beras ibu juga sudah habis tinggal ini saja. Ini pun
hanya sedikit sekali jauh dari kata cukup"
Kasihan aku melihat ibu, tak tahan rasanya air mata ingin menetes
"Bu, aku mau ke sawah dulu ya sebentar sama Farhan dan kak
Fahmi"
"Kamu mau ngapain ke sawah"
"mau minta daun genjer di sawah orang buat lauk makan"
"Yaudah jangan lama-lama! Hati-hati ya"
"iya, Bu. Siap"
Aku, Farhan, dan Kak Fahmi. Kita bertiga menuju ke sawah untuk mencari
daun genjer di sawah orang untuk dijadikan lauk. Rumahku memang tak jauh
dari sawah sehingga perjalanan kita tidak terlalu melelahkan.
Sesampai di sawah kita meminta izin terlebih dahulu untuk meminta daun
genjer yang berada di tengah-tengah sawah kepada sang pemilik sawah,
kemudian kita bersiap turun ke dalam lumpur di sawah mengambil daun-daun
genjer yang tertancap di atas lumpur-lumpur yang lembek. Dari kecil memang
kita bertiga sudah sering main ke sawah jadi kita tidak asing lagi dengan
tanaman-tanaman, hewan-hewan yang berada di sawah. Sesekali sambil
mencabuti daun genjer dari dalam lumpur kita bertiga saling bergurau di
tengah sawah, sungguh itu adalah hal yang sangat seru sekali.
Akhirnya daun genjer yang telah kita bertiga ambil sudah terkumpul lumayan
banyak, kemudian kita bergegas pulang ke rumah untuk memberikan kepada
ibu untuk dimasak sebagai lauk. Sesampainya di rumah.
"Bu, ini daun genjernya yang sudah kitacari tadi"
"Wah banyak banget, tapi kalian sudah izin kan kepada pemilik
sawahnya"
"Tenang, Bu. Sudah kok"
"Yaudah kalau gitu, mau ibu cuci dulu terus dimasak"
Malam pun tiba, seperti biasa aku dan keluarga duduk melingkar bersama
untuk menyantap hidangan makan malam. Malam itu aku dan keluarga hanya
makan dengan lauk daun genjer yang aku dan kedua saudaraku cari tadi pagi.
Nasinya juga tinggal sedikit karena beras ibu sudah habis, tinggal tersisa
untuk makan malam hari ini saja. Dengan penuh kesederhanaan semua
keluargaku menyantap dengan lahap makanan yang tersedia meskipun
dengan sedikit nasi dengan lauk daun genjer. Setelah makan malam itu aku
melihat bapak dan ibuku tengah mengobrol serius dengan ibu, tak sengaja
aku mendengar obrolan mereka. Bapak dan ibu sedang bingung saat ini
karena mereka tidak memiliki uang lagi untuk berbelanja sehari-hari dan juga
mereka ingin membelikan Farhan HP Android untuk belajar daring karena
Farhan sudah satu minggu ini tidak mengikuti sekolah online karena tidak
memiliki Android, Aku dan Kak Fahmi sudah memiliki Hp karena aku dan
kakak sudah sekolah tingkat atas yang memang wajib memiliki HP. akhirnya
bapak berinisiatif untuk meminjam uang ke tetangga.
Keesokan harinya, Bapakku memang pergi ke rumah tetangga untuk
meminjam uang, dan Alhamdulillah ada tetangga yang berbaik hati
meminjamkan uangnya kepada bapakku kemudian saat itu juga bapak pergi
ke toko HP bekas untuk membeli Hp untuk Farhan.
Saat pulang dari toko Hp bapak membawa satu buah Hp untuk adikku Farhan,
meskipun merknya sederhana dan second yang terpenting Hpnya tidak rusak
dan bisa dipakai untuk sekolah daring.
Bapak saat ini harus bekerja lebih giat lagi karena bapak sekarang mempunyai
tuntutan hutang kepada tetangga, tapi kondisi wabah ini makin memburuk
saja.
Sekolah yang katanya libur dua minggu saja kini sudah melewati dua minggu
tetapi tetap sekolah masih diliburkan, karena virus mulai menyebar dengan
cepat sekali menjangkiti para masyarakat Indonesia. Apalagi jika melihat
berita di televisi sungguh kian parah saja sehingga semua aktivitas dibatasi.
Aku kasihan melihat bapak yang bekerja dari pagi buta hingga malam petang,
berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan menarik becak yang
makin hari kian sepi saja pelanggannya.
Malam itu aku duduk bersama bapak di depan televisi, kemudian tak sengaja
menyenggol tangan bapak yang panas sekali.
"Loh tangan bapak panas banget"
"Iya, nggak papa cuma masuk angin aja bapak mah"
(Aku memegang kening bapak)
"Bapak demam Pak, mending bapak tidur deh, terus aku buatin teh
anget ya"
"nggak usah, Nak. Bapak bisa buat sendiri"
"lagian bapak nggak papa kok"
"Bu, Bapak sakit tapi nggak mau disuruh tidur" (aku memberitahu ibu)
"Loh, bapak sakit?"
"iya, Bu. Badannya panas banget"
"Bapak istirahat aja di kamar, Pak. Ibu bikinin teh anget"
"Besok bapak nggak usah narik becak deh, bapak istirahat aja dulu"
"Terus kalau bapak nggak narik becak kita dapat uang dari mana?"
"Nanti ibu coba cari pekerjaan ke tetangga. Jadi buruh cuci atau apa
gitu"
"Yang penting bapak sembuh dulu"
Malam itu bapak sakit, aku melihat di balik pintu kamar bapak sedang
menggigil kedinginan badannya sangat panas.
Keesokan harinya ibuku sedang bingung ingin mencari pekerjaan ke tetangga,
aku kasihan melihat ibuku. Akhirnya, setelah daring aku bersama kedua
saudaraku pergi ke pabrik pembuatan jamur aku berniat bekerja di sana untuk
membantu ibu dan bapak. Dan syukur Alhamdulillah kita bertiga diterima
bekerja di pabrik itu meskipun dengan upah yang sedikit tapi yang terpenting
uang itu halal.

~~~~~~~~~

Tiga hari sudah kita bertiga bekerja di pabrik situ sedangkan ibu bekerja jadi
buruh cuci tetangga. Bapak belum juga sembuh, panasnya juga tidak
turun-turun meskipun sudah minum obat. Iya memang obatnya dari toko
bukan dari dokter tapi bisanya bapak tidak pernah demam sampai selama itu.
"Bapak masih panas ya badannya" (gumamku)
"Iya, tapi bapak nggak papa kok, besok juga bapak pasti sembuh"
(Bapakku memang begitu)
"Uhuk Uhuk"
"Bapak batuk juga, pilek lagi. Bapak periksa aja ya" (tanya ibu)
"Ibu khawatir kalau bapak didiemin aja cuma minum obat toko, ibu
takut kondisi bapak makin parah"
"Iya, Pak. Ibu bener"
Aku khawatir sekali melihat kondisi bapak yang makin hari makin memburuk
saja, kemarin hanya teman sekarang ditambah dengan batuk dan sesak nafas.
Pikiranku pun kemana-kemana. Ahh tidak ! Aku tidak boleh berpikiran yang
buruk-buruk. Aku berdoa semoga bapak bisa lekas sembuh.
Keesokan Harinya,
Ibu mengantar Bapak ke Puskesmas untuk berobat, mereka naik becak yang
dikendarai kak Fahmi. Karena kak Fahmi sudah besar jadi kak Fahmi bisa
menaiki becak. Aku dan Farhan tidak ikut karena aku harus menggantikan ibu
mencuci baju tetangga dan juga menjaga rumah.
Dan tak lama kemudian aku melihat ibu pulang ke rumah, tapi hanya ibu saja
tidak bersama bapak dan kakak.
"Loh, Ibu kok udah pulang? Bapak mana"
"Bapak kamu nggak boleh pulang"
(Ibuku menangis)
"Ibu kenapa menangis? Bapak sakit apa emang?"
"Bapak kamu nggak boleh pulang, katanya penyakit bapak itu
tanda-tanda awal sakit covid"
"Ibu sekarang lagi bingung, makanya ibu pulang mau ambil cincin
mau ibu jual buat biaya sakit bapak"
"Bu, aku ikut ya ke puskesmas"
"iya"
Kemudian aku, Ibu, dan Farhan pergi bersama ke Puskesmas, tetapi
sesampainya di sana aku melihat bapak dinaikkan di kursi roda lalu
dimasukkan ke Ambulance.
"Itu bapak kan, Bu. Bapak mau dibawa kemana?"
"Mas, suami saya mau dibawa kemana?"
"Mohon maaf, Bu. Bapak harus dibawa ke rumah sakit yang lebih
besar untuk menerima perawatan yang lebih baik karena bapak ini
gejala penyakitnya mirip sekali dengan penyakit covid"
"Bapak sudah di tes , dan jika hasilnya memang positif maka bapak
akan diisolasi di rumah sakit sampai bapak benar-benar sembuh"
(ujar perawat)
"Saya ingin menemani suami saya"
"Iya boleh, tapi hanya ibu saja anak-anak ibu tidak boleh karena
terlalu ramai juga tidak boleh"
"Kalian pulang dulu ya, ibu mau nemenin bapak. Besok ibu pulang ke
rumah. Kalian bertiga pulang dulu aja ya"
"iya, Bu."
Malam itu kita bertiga berada di rumah tanpa ditemani bapak dan ibu. Malam
itu terasa sepi sekali, aku di rumah hanya bisa berdoa semoga bapak lekas
sembuh dan segera pulang kembali.
Keesokan harinya.
Ibu datang, dari rumah sakit.
"Bu, bagaimana kondisi bapak sekarang?"
"Bapak masih di ruangan isolasi, bapak memang positif covid, Nak"
"Ya Allah. bagaimana ini, Bu"
"Ibu pulang karena ingin mengirim uang hasil jual perhiasan ibu,
kalian pasti belum makan kan?"
"Iya, Bu"
"Yaudah, ini uang manfaatkan dengan baik ya, setelah ini ibu harus
balik lagi"
"Bu, aku pengen ikut" (Farhan merengek)
"Jangan Farhan, di rumah sakit itu nggak baik buat anak kecil-kecil
kayak kamu, kamu di rumah aja sama kak Andin dan kak Fahmi"
"Bu, kalau ada kabar tentang bapak, ibu kasih kabar kita ya ibu
telpon"
"Iya, Nak"
Setelah itu ibu balik lagi ke rumah sakit selepas ibu mengambil beberapa baju
ganti.
Empat hari sudah kita bertiga berdiam di rumah tanpa ada kedua orang tua,
aku rindu ibu sama bapak. Aku ingin tahu kondisi bapak sekarang bagaimana
"kkrrrrngggg" (bunyi hpku)
"Assalamualaikum. Bu. Bagaimana kondisi bapak sekarang?"
"Waalaikumsalam. Alhamdulillah kondisi bapak mulai membaik kata
dokter"
"Alhamdulillah" (lega diriku sambil menghela nafas)
"jadi kapan bapak sama ibu pulang?"
"masih belum tau nak, tunggu saja ya"
"iya bu"
"kamu hati-hati di rumah, sama Fahmi dan Farhan"
"iya bu, ibu hati-hati juga, jangan lupa makan jangan capek-capek di
sana"
"iya nak, ibu tutup dulu ya telponnya"
"Iya, Bu"
"Telpon dari siapa Din?"
"Dari ibu kak"
"Bagaimana kata ibu?"
"Kata ibu kondisi bapak mulai membaik kak"
"Alhamdulillah kalau gitu, semoga bapak sembuh ya"
"Iya kak, Aamiin"
Aku lega sekali mendapat telpon dari ibu tadi yang katanya kondisi bapakku
mulai membaik, semoga bapak lekas sembuh dan bisa pulang kembali.
Dua hari setelah ibu telfon, tidak ada kabar lagi dari ibu, aku khawatir sudah
genap enam hari bapak dirawat di rumah sakit.
"Kok ibu nggak telpon lagi ya"
"iya ya, ibu nggak ngasih kabar lagi tentang bapak"
"Aku khawatir sama ibu dan bapak"
"Aku juga kangen sama mereka"
"Gimana kalau kita nyusul ibu sama bapak ke rumah sakit"
"Jangan, nanti ibu marah"
"nggak papa, ibu kalau marah gampang maafin kok, aku kangen kak
pengen tahu kondisi bapak sama ibu"
"Yaudah ayo kesana naik angkot"
"Beneran nih kak Fahmi"
"Iya beneran, ayok"
"Yaudah ayo berangkat"
Akhirnya kita bertiga memberanikan diri untuk pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit aku melihat ibu duduk tergeletak lemas di lantai
sambil menangis, kita bertiga langsung menyampiri ibu.
"Ibu kenapa menangis?"
Sontak saja, ibu langsung memeluk kami bertiga sambil menangis
"Ibu kenapa? Bapak gimana kondisinya?"
Sambil mengusap air matanya ibu berkata,
"Bapak sudah tidak tertolong nak"
"Apa maksud ibu?"
"Bapak kamu sudah meninggal"
DRRRRRRRR !!!!!!
SEKETIKA AKU HANCUR
"Ibu bohong kan bu, bapak belum meninggal kan"
"Beneran ini nyata, bapak kamu sudah dibawa ke ruangan dengan
orang yang memakai pakaian putih-putih itu"
"Bapaaaaaak"
Aku masih tidak percaya jika bapak sudah tiada, bahkan aku tidak bisa
melihat wajah bapak untuk yang terakhir kali.
HAAARRHHHHGGH !!!!
Seketika duniaku hancur.
Aku tidak bisa melihat bapak untuk yang terakhir kalinya, bahkan untuk
mendekati peti bapak aku tidak diperbolehkan. Bapakku dimakamkan di
makan tempat khusus pemakaman korban covid. Aku dan ibu serta kedua
saudaraku mengikuti ambulance yang mengantar jenazah bapak yang akan
dimakamkan. Disana aku hanya bisa melihat prosesi pemakaman bapak dari
kejauhan saja, aku tidak bisa berdoa di samping makam bapak, tidak bisa
menaburkan bunga terakhir kali untuk bapak. Setelah selesai prosesi
pemakaman bapak aku ibu kak Fahmi dan Farhan kembali ke rumah.
Sesampainya di rumah aku masih tidak percaya jika bapak sudah tidak ada
lagi untuk selamanya.
Aku masih tidak percaya jika aku, Farhan, serta kak Fahmi sudah menjadi
anak yatim. Sedangkan ibuku sudah menjadi seorang janda.
Malam itu kita sekeluarga bersama-sama membaca Yasin dah Tahlil untuk
mendoakan bapak supaya tenang di alam sana dan dapat diampuni segala
kesalahan dan dosa-dosa yang telah diperbuat di dunia semasa hidup. Aku
berdiam diri di ruang tamu melihat foto bapak, sambil mengingat memori
indah saat bapak masih hidup.
Bapakku adalah sosok yang sangat kuat, beliau pekerja keras, sangat
penyayang , dan sabar. Bapak adalah sosok teladan bagiku. Aku masih tak
menyangka jika bapak diambil secepat ini bahkan aku belum sempat memberi
sedikit kebahagiaan untuk dirinya.

SELAMAT TINGGAL BAPAK,
DOAKU AKAN SELALU MENYERTAIMU.
Ajaran dan nasihat yang telah Bapak berikan kepadaku sepanjang hidup masih menjadi motivasi terbesarku. Bapak, aku mencintaimu untuk segalanya.


"Getar Malam Rinduku”

Ingin ku gali gundukan itu
Dan mencabut papan nama setiap dukaku
Biarlah nafasku memeluk tentangmu
Puisi-puisi gelap menimang ku
Sajak berairmata merangkulku
Dan merambatkan tiap ratap disekitar gelap
Seolah kau utus jangkrik untuk memejamkan lelahku
Nyanyi cerita tentang dahaga merindu
Seolah kau titipkan restumu
Lewat dingin malam menyuap
Mantra-mantra penghapus basah tatapku
Tiap dendang lantun macapat mengiring sendu
Seperti suara hati yang tersampaikan padaku
Bahkan suara gitar berbeda saat anganku
Menuju kenangmu
Getar yang memancar melahirkan syair
Bak pujangga berlagu
Ini untukmu, Itu buatmu, Dan doa sebagai baktiku
Aku sungguh merindumu, Ayahku.



Setelah kepergian bapak keadaan dalam rumah berubah, yang setiap harinya
aku dan semua keluarga riang gembira menikmati keadaan meskipun
keluargaku hidup dalam kesederhanaan. Tapi, setelah bapak tidak ada
keadaan rumah menjadi sepi dan jarang ada keceriaan dari wajah ibu serta
kedua saudaraku.
Subuh itu aku melihat ibu sudah mencuci baju yang sangat banyak hingga
tiga wadah sekaligus, ibu sekarang menjadi buruh cuci baju tetangga untuk
membiayai keluarga dimana hanya ibu seorang yang kini menjadi tulang
punggung dan menjadi kepala keluarga. Aku sendiri juga tidak bisa membantu
menjual kue karena pada masa pandemi sekolah diliburkan dan jalan juga
sepi aku tak tau mau menjual kue ke siapa lagian modal untuk membuat kue
juga tidak ada, hasil uang dari ibu mencuci baju juga hanya cukup untuk
makan sehari-hari saja. 
Itu saja kadang uang masih tidak cukup meskipun kita sekeluarga makan
dengan seadanya.
"Bu, kuota internet aku habis, gimana nih Bu ? Besok kan aku
harus daring" (Keluh adikku Farhan)
"Haduh gimana ya Nak, ibu lagi nggak punya uang nih.. Ini aja ibu
masih cuci baju belum dapat bayaran" (saut ibuku)
"Gini aja deh, kamu tunggu sebentar ya ibu mau ke rumah Bu Yanti
mau pinjam uang buat beli kuota internet"
"Tapi kan ibu udah pernah ngutang sama Bu Yanti"
"Iya sih, tapi bu Yanti orangnya baik kok, pasti mau minjemin"
"Sebentar ya, ibu mau ke rumah Bu Yanti dulu"
"Iya deh Bu"
Sekolah saat ini sedang diliburkan, tetapi tidak untuk materi dan
tugas-tugasnya. Setiap hari Aku , kak Fahmi, dan Farhan melaksanakan daring
dimana kegiatan daring ini sangat membutuhkan paket kuota internet. 
Kuota internet harganya mahal bagi keluargaku, untuk makan saja kadang
tidak cukup ini masih ditambah dengan adanya kebutuhan kuota internet
setiap bulan untuk tiga anak sekaligus.
Sepulang ibu dari rumah Bu Yanti,
"Bu, gimana ? Udah ada kah uangnya ? " (tanya adik)
"Enggak ada Nak. Bu Yanti saat ini sakit jadi nggak bisa minjemin
uang buat ibu karena uangnya dibuat berobat ke dokter"
"yaah, gitu ya Bu. Terus daring aku gimana?
Iya sabar ya Nak, ibu masih usaha kok cari uang biar bisa beli kuota
internet biar kamu bisa ikut daring"
"Tapi kalau emang nggak ada nggak papa kok Bu, aku kasian lihat
ibu keliling rumah tetangga minjem uang tapi nggak dipinjemin"
"Udah ! Kamu jangan ngomong gitu ! Itu semua memang
tanggungan ibu sebagai ibu kamu dan kakak-kakak kamu sekaligus
jadi bapak juga" 
"Ibu nggak mau lihat kamu nggak sekolah, ibu pengen lihat semua
anak ibu jadi orang sukses jangan seperti ibumu ini Nak"
"Ketika ibu sudah tua, ibu pengen melihat anak-anak ibu sudah
menjadi orang sukses semua. Bisa berguna untuk orang lain jangan
jadi seperti ibu yang cuma jadi buruh"
"Tunjukkan pada ibu bahwa anak-anak ibu juga pasti bisa jadi orang
sukses, wujudkan cita-cita bapak semasa hidupnya dulu. Jangan
karena kalian cuma anak dari ibu yang seorang buruh kalian jadi
miner dan patah semangat ! Jangan seperti itu Nak" 
"Dengan kondisi yang saat ini seperti inilah yang harus menjadi
acuan dan cambuk semangat untuk anak-anak ibu semuanya. Ya
Nak ! "
"Iya , Bu"
Saat Farhan dan ibu berbicara mengenai paket internet, dan Farhan merengek
karena ibu belum bisa mencari pinjaman uang ke tetangga aku dan kak Fahmi
juga mendengar dan menyaksikan ibu dan Farhan. Kemudian tanpa
berkata-kata kepadaku kak Fahmi langsung menuju keluar entah dia akan
pergi kemana, dia langsung pergi begitu saja tidak berpamitan kepada ibu. 
"Fahmiiiii" (teriak ibu)
"Fahmi mau kemana katanya Din?"
"Andin nggak tau Bu, tiba-tiba aja kak Fahmi langsung keluar nggak
bilang apa-apa ke aku"
"Mau kemana itu anak, nggak pamit lagi"
"Ibu tenang aja, paling kakak ada janji yang mendesak sama
temennya. Mungkin ada urusan sekolahnya yang penting jadi nggak
sempat pamitan dulu"
"Iya mungkin ya, yaudah ibu mau lanjut cuci baju dulu biar cepet
selesai karena cucian ibu masih banyak"
"Kalau sudah selesai mau ibu bawa ke rumahnya tetangga biar ibu
juga dapat gaji buat makan sehari-hari sama buat beli kuota
internet sekolah"
"Ibu kasian lihat adik kamu , sekarang jadi nggak ikut daring karena
nggak punya kuota internet"
"iya, Bu"
"Nanti kalau sudah siang Fahmi belum pulang kamu cari ya kakak
kamu ya Din"
"Iya Bu, nanti Andin cari kak Fahmi kalau sudah siang tapi belum
pulang"
"Iya deh"
Jam sudah menunjukkan pukul 02.30
Kak Fahmi belum juga pulang, entah kemana dia pergi hingga siang seperti ini
dia belum kembali ke rumah.

" Din, kakak kamu kemana ya udah siang gini belum pulang juga"
"nggak tau juga Bu, kakak tadi kan nggak pamitan"
"Ibu jadi khawatir kalau gini jadinya, tuh anak kemana sih nggak
biasanya kayak gini"
"Iya Bu, biasanya kan kakak selalu pamit kalau mau pergi
kemanapun"
"Coba kamu cari gih kakak kamu"
"Mau cari kemana Bu,"
"Di rumah temannya kali, biasanya dia ke rumah siapa kalau main?"
"Biasanya sih ke rumah kak Andre, karena dia teman dekat kakak"
"Yaudah kamu kesana aja , cari kakak kamu ditemani Farhan ya"
"Iya Bu, aku cari"
"Farhan, kamu ikut kak Andin ya cari kak Fahmi. Ibu khawatir
soalnya takut ada apa-apa"
"Iya Bu"
"Nanti kalau udah ketemu kalian langsung pulang, nggak usah
kemana-kemana lagi"
"Iya Bu, siap"
"Yaudah Bu, kita berangkat dulu. Assalamualaikum"
"iya. Waalaikumsalam. Hati-hati"
Kemudian kita berdua bersama-sama mencari kak Fahmi.
"Kak, kita mau cari kak Fahmi kemana?"
"Kita cari dulu ke rumah kak Andre. Temen deket kakak
mungkin aja dia ada di sana sekarang"
"Oh gitu, kok kakak bisa tau kalau dia teman dekat kak
Fahmi?" 
"Iyalah tau, kakak sering lihat mereka berdua bersama,
ngobrol bareng"
"oh gitu ya"
Sesampainya di rumah kak Andre,
"Assalamu'alaikum Kak Andre"
"Waalaikumsalam, iya. Ada apa kalian berdua kesini?
"Kita mau cari kak Fahmi dari tadi pagi dia nggak pulang,
dia ada di sini nggak?"
"Oh Fahmi ya, dia tadi emang kesini tapi sebentar banget"
Abis itu pergi lagi"
"pergi kemana kak?"
"nggak tau, dia nggak bilang. Setelah dia cerita sedikit udah langsung pergi aja"
"emang dia cerita apa kak?"
"Dia kayaknya curhat deh, bukan cerita bisa karena raut mukanya sedih banget kayaknya"
"iya cerita apa kak?"
"dia bilang kalau dia sedih, karena melihat ibunya yang sekarang jadi tulang punggung keluarga. Ibunya cari uang
sendiri buat keluarga, mana kebutuhan lagi banyak banget"
"dia bilang kalau dia nggak enak, karena dia anak cowok pertama dalam keluarga, tapi dia nggak bisa ngasih bantuan apa-apa. Jadi dia sedih gitu"
"Oh gitu ya, kok kak Fahmi bilang gitu ya?"
"Ya mungkin dia lagi sedih kali, raut mukanya aja sedih
banget"
"terus setelah cerita gitu dia langsung pergi aja gitu?" 
"iya, setelah aku bilang sabar bro… terus dia pergi gitu aja
nggak bilang mau kemana"
"Yaudah deh, kita mau lanjut cari kak Fahmi lagi.
Terimakasih ya kak Andre"
"iya sama-sama. Hati-hati"
"Iya kak" 
Kami berdua belum juga menemukan kak Fahmi dimana, di rumah
temannya juga tidak ada. Merepotkan sekali kak Fahmi saat itu.
"Kak, kita mau cari kak Fahmi kemana lagi?"
"kak Andin juga nggak tau Farhan, kita jalan aja terus. Semoga aja habis ini bisa ketemu sama Kak Fahmi"
"iya deh kak"
"kamu kenapa? Capek?"
"iya sih dikit, pegel kaki ku"
"yaudah sabar aja, kak Andin juga capek kok sama aja..
Jangan mengeluh. Kalau mengeluh bisa tambah capek"
"iya kak"
Kita berdua terus menyusuri jalan dari gang ke gang hingga
berkeliling kampung, tapi tak juga menemukan kak Fahmi. Sampai
kaki ku dan Farhan sangat pegal dari tadi berjalan tak kunjung
bertemu, dan kemudian aku bertemu pak RT.
"Eh.. Andin, Farhan. Kalian mau kemana siang-siang gini?"
"Eh Pak RT. Assalamualaikum Pak"
"Iya Waalaikumsalam"
"Kalian mau kemana?"
"hmm kita mau cari kak Fahmi Pak RT, dari tadi pagi dia
belum pulang. Jadi kita berdua mau cari"
"Ohh, tadi pak RT ketemu dia, tadi pagi.. Dia kelihatan lesu
banget"
"Oh gitu, terus pak rt tau dia mau kemana?'
"dia bilang dia mau ke pasar katanya"
"ke pasar? Yang bener pak?"
"iya, dia bilang kalau dia mau ke pasar.. ?"
"tapi mau ngapain ya kak Fahmi ke pasar, kan ibu nggak
nyuruh dia belanja"
"Pak RT juga nggak tau dia mau ngapain, dia cuma bilang
kalau mau ke pasar" 
"gitu ya pak"
"iya, coba kamu susulin aja ke pasar, mungkin dia masih
ada di situ"
"Iya deh, yaudah pak RT terimakasih ya"
"iya sama-sama. Hati-hati kalau mau ke pasar kalian"
"Iya pak, Assalamualaikum"
"iya. Waalaikumsalam"
Kemudian kita langsung beranjak menuju ke pasar untuk mencari
kak Fahmi. Kita berdua pergi ke pasar dengan berjalan kaki karena
tidak punya ongkos untuk naik Kol kesana, meskipun jaraknya
lumayan jauh, jika ditempuh dengan berjalan kaki lumayan rasanya
kaki sangat pegal dan kesemutan. Tapi, rasa ini sudah tak kita rasa dalam mencari kak Fahmi karena ini adalah perintah ibu dan juga kita berdua sangat menyayangi kak Fahmi jadi kita harus
menemukan segera dia karena takut jika terjadi hal yang tidak
diinginkan terjadi kepadanya.
Sesampainya di pasar,
"Kak Fahmi mana ya kak?"
"Kak Andin nggak tau, kita cari aja yuk kedalam pasar"
"iya"
"Lah, itu kan kan kak Fahmi"
"oh iya Farhan, tapi kok kak Fahmi angkat beras gitu ya?"
"iya, mana keliatan berat banget"
"samperin yuk dek"
"iya kak" 
"Kak Fahmi"
"Lah, kalian berdua ngapain di sini?"
"kita berdua nyari kakak dari tadi, kita keliling kampung
sampai ke pasar ini"
"iya kak, kak Fahmi ngapain di pasar ? Angkat beras lagi"
"Kak Fahmi kerja sekarang di sini, jadi kuli panggul"
"Kok kakak tiba-tiba mau kerja?"
"Terus kakak harus diem aja gitu? Ngeliat ibu kerja cari
uang sendiri buat makan, buat kita sekolah. Kakak
kasihan"
"Iya aku juga kasihan lihat ibu jadi tulang punggung
sendiri"
maka dari itu kakak kerja sekarang, kakak nggak tega.
Apalagi tadi Farhan merengek minta beli kuota buat
sekolah tapi uang nggak ada, ibu bingung cari pinjaman
tapi nggak dikasih… kakak nggak tega dek"
"Tapi kan kakak harus sekolah, kalau kakak kerja sekolah
kakak gimana?"
"Tenang aja, kakak kerja setelah daring selesai. Kerja dari
jam sepuluh sampai jam tiga siang" 
"Habis ini kakak sudah bisa pulang kerja?"
"iya dong, nggak lama kan"
"emangnya gajinya berapa?"
"ya lumayan lah, tiga puluh ribu kan bisa buat beli beras
satu liter sama kecap dan kerupuk buat makan"
"Aku kasihan ngeliat kakak kayak gini"
"udah nggak usah dramatis, minggir dulu kalian kak Fahmi
masih mau angkat beras nih tinggal tiga karung lagi"
"iya kak"
Ternyata kak Fahmi tidak pulang dari pagi sampai siang dia bekerja
jadi kuli panggul di pasar demi keluarga, karena kakak tidak tega
melihat ibuku bekerja menjadi tulang punggung keluarga sendirian.
Aku juga tidak tega melihat kak Fahmi yang ikut berjuang demi
keluarga, melihat keringat yang menetes mencucuri wajahnya aku
tak tega melihat meli
hat itu, tapi apa boleh buat ini tuntutan"
ekonomi serta kejamnya arus pergerakan zaman membuat hal ini
terpaksa terjadi.
"Ayo pulang, kak Fahmi sudah selesai kerjanya"
"Sudah selesai kak?"
"Iya dong, nih kakak udah dapat gaji pertama kakak, tiga
puluh ribu"
"Alhamdulillah kak"

"Iya Alhamdulillah, nih Farhan uangnya kamu ambil aja
buat beli kuota biar kamu bisa ikut daring lagi"
"enggak deh kak, kakak simpen aja dulu"
"lah kenapa? Ini emang buat kamu kok"
"Jangan kak, kakak simpen dulu aja uangnya. Lagian itu
kan gaji pertama kakak jadi lebih istimewa kan"
"haduh ada-ada aja kamu nih, kakak kerja emang buat
kita, keperluan kita semua"
"Iya kak"
"Yaudah kalau gitu, oh ya kita pulang jalan kaki nih?"
"Iya kak, tadi berangkatnya kita berdua juga jalan kaki
kok"
"Kalian nggak naik Kol?"
"Enggak. Kan kita nggak punya ongkos"
"Kasihan banget, ya udah pulang ini kita naik Kol biar
nggak terlalu capek"
"Iya kak"
Kemudian kita bertiga naik Kol untuk menuju ke rumah. Pasti ibu
sudah menunggu kedatangan kita pulang.
Sesampainya di rumah,
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, nah akhirnya kalian pulang"
"Iya Bu, maaf ya kita lama pulangnya jadi ibu nunggu
lama"
"emangnya kalian dari mana? Fahmi kamu ini dari mana ?
Dari pagi nggak pulang sampai siang, mana nggak pamit
mau pergi kemana sama ibu"
"Iya Bu, maaf Fahmi salah. Fahmi nggak pamit dulu"
"Emang kamu dari mana?"
"Aku tadi pagi ke rumah Andre, terus ke pasar"
"ngapain kamu ke pasar? Ibu nggak nyuruh kamu
belanjakan"
"Fahmi nggak belanja Bu ke pasar"
"Terus kamu mau ngapain?"
"Fahmi kerja Bu di pasar"
"Kerja ? Kerja apa kamu?"
"Aku kerja jadi kuli panggul di pasar mulai tadi'
"Iya Bu, kak Fahmi tadi kerja, angkat beras banyak
berat-berat lagi"
"Enggak kok, nggak berat Bu. Apaan sih kamu Farhan sok
tau kan kamu nggak ikut angkat mana tau berat apa
nggak"
"Kalau nggak berat kok kakak keringatnya banyak, kayak
orang capek banget"
"iya dong keringetan, namanya juga gerak, gerak itu
membakar lemak jadi keringat bisa keluar"
"Kamu kenapa kerja Fahmi? Ibu nggak nyuruh kamu buat
kerja kayak gitu, kerja cari uang itu urusan ibu sebagai
orang tua kamu, kamu itu kewajibannya sekolah cari ilmu
bukan cari uang dulu"
"Iya Bu, aku tau. Tapi aku nggak tega lihat ibu yang kerja sendirian cari uang buat kita semua. Aku ini anak cowok pertama dalam keluarga masa iya aku diem aja lihat ibu yang nggak punya uang sedangkan kebutuhan lagi banyak" 
"Ibu sampai ngutang sana sini ke tetangga sampai nggak
dikasih pinjaman juga, Fahmi nggak tega liat ibu kayak
gitu"
"Tapi bukan berarti kamu kerja gini Fahmi"
"nggak papa Bu, Fahmi senang kok bantu Ibu"
"Ibu nggak senang kamu kayak gini, kamu ini masih kecil
bukan waktunya kamu kerja, sekolah aja yang bener dari  sekarang biar kamu jadi orang sukses nanti , biar nggak
kayak ibu jadi orang susah cuma bisa jadi buruh"
"kamu kerja kayak gini pasti mengganggu ke sekolah kamu
kan"
"Nggak kok Bu, aku kerja dari jam 10 selesai daring sampai
jam 3 sore.. Udah abis itu pulang. Jadi nggak ganggu
sekolah kan, malamnya juga masih bisa belajar kan"
sekarang biar kamu jadi orang sukses nanti , biar nggak
kayak ibu jadi orang susah cuma bisa jadi buruh"
"kamu kerja kayak gini pasti mengganggu ke sekolah kamu
kan"
"Nggak kok Bu, aku kerja dari jam 10 selesai daring sampai
jam 3 sore.. Udah abis itu pulang. Jadi nggak ganggu
sekolah kan, malamnya juga masih bisa belajar kan"
"tetep aja ibu nggak suka, kamu ini masih kecil… Kerja jadi
kuli panggul angkat barang berat itu kerjaan orang tua..
Yang tenaganya sudah mumpuni Nak"
"Kata siapa Bu, aku ini kuat tenaga ku kuat Bu. Lihat aja
dong tubuhku sudah besar otot kaku kekar malah umur
segini ini yang tenaganya malah tambah banyak Bu, karena
masih remaja"
"Ibu takut kamu kenapa kenapa Nak, ibu nggak pengen
anak anak ibu sakit. Ibu nggak pengen"

"Udah, ibu tenang aja. Fahmi nggak papa kok. Gak perlu
ada yang dikhawatirkan lagian ini sudah jadi keputusan
Fahmi sendiri udah jadi keinginan Fahmi sendiri. Jadi ibu
nggak perlu khawatir ya"
"Tapi Nak,"
"Udah Bu, nggak papa kok"
" Emang kamu dapat gaji berapa dari kerja itu?''
 "30 ribu Bu, lumayan kan bisa buat beli beras satu liter,
kerupuk, dan kecap buat makan atau beli tempe dan tahu,
jadi ibu nggak usah bingung lagi buat beli makan untuk
kita sehari-hari"
"Ya ampun Nak, sampai segitunya kamu"
"Tadi uang ini mau aku beliin kuota buat Farhan, eh dia nggak mau, katanya suruh disimpan karena gaji pertama katanya. Ada ada aja dia, padahal aku kerja cari uang emang niatnya biar bisa beli kebutuhan kita eh malah nggak mau" 
"udah. Kamu simpan aja uang kamu simpan dulu Nak.
Uang buat beli kuota Farhan udah ada. Ibu udah dapat
uang dari hasil cuci baju tetangga tadi. Kamu simpen aja
dulu uangnya."
"Iya Bu."
"Jadi kamu setiap hari bakal ke pasar buat kerja"
"Iya Bu, setiap selesai daring sekolah" 
"Yaudah, kamu kalau berangkat ke pasar hati hati ya Nak,
kalau kerja jangan capek-capek jangan maksain diri kamu
sendirii"
"iya Bu, siap. Ibu tenang aja gausah was was gitu"
"Gimana mau nggak was was, ibu ini ibu Kamu. Ibu nggak
mau kamu kenapa kenapa ibu nggak mau kamu sakit"
"Iya Bu,ibu tenang aja aku udah bisa jaga diri aku
baik-baik. Jadi tenang aja ya Bu"
"Yaudah kalau gitu, pinter pinter jaga diri kamu"
"Iya Bu. Siaaapp"
Kak Fahmi ikut berjuang membantu ekonomi keluarga dengan menjadi kuli panggul di pasar, meskipun pekerjaan itu berat baginya dia harus tetap melakukannya karena dia tidak tega
melihat ibu bekrlerja seorang diri. Ini semua karena sudah tuntutan nasib serta kejamnya arus perkembangan zaman di dunia membuat banyak orang di mana-mana entah di Indonesia maupun di negara
mana saja di seluruh belahan dunia mengalami berbagai macam kesusahan karena satu pandemi ini. 

~~~~~~~~~

Entah sampai kapan hal ini akan terjadi, aku hanya bisa berharap
semoga duka pandemi ini segera usai dan hilang dari muka bumi sehingga senyum-senyum kebahagiaan dapat terpancar lagi dari bibir semua orang di dunia.
Aamiin.



may this grief end soon.

  




















Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen "Perpisahan"

Cerpen "Pilihan Terbaik"

Puisi "Angan"