Cerpen "Perpisahan"
Pagi itu begitu cerah, awan membentang sangat indah di langit biru. Pandu memacu motornya dengan kecepatan agak tinggi berharap cepat sampai di rumah pujaan hatinya.
Jalan yang beraspal keras dengan beberapa kendaraan di lewatinya dengan muka cerah.
Dalam hati Pandu sudah terbayang senyum manis Sekar. Ya, gadis yang ditunanginya sudah 6 bulan itu adalah gadis manis teman satu SMA dulu. Sudah 1 bulan lamanya Pandu tidak bertemu kekasihnya karena Ia masih kerja jauh di luar kota.
Rindu ingin menatap wajah manis kekasihnya semakin membuat Pandu memacu motornya dengan cepat, namun sesekali Ia mengerem karena menghindari kendaraan lain.
Gang melati nomor 5 sudah terlihat dari seberang jalan, hati Pandu makin berbunga-bunga, tak sabar untuk bertemu kekasihnya Sekar. "Hampir sampai," ucapnya lirih.
Pandu menyusuri jalan dalam gang lumayan sempit itu, mengendarai motornya dengan kecepatan lambat karena banyak anak kecil yang bermain-main.
Akhirnya rumah bercat biru muda itu terlihat, Pandu mengamati di sekitar rumah Sekar nampak ramai orang-orang di teras, Ia seketika bingung "Ada acara apa ya kok ramai sekali," ucapnya dalam hati.
Kemudian Pandu bertanya kepada Ibu-Ibu yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"Permisi, Bu. Di rumah Sekar ada acara apa ya kok ramai sekali?" tanya Pandu.
"Loh kamu tidak tahu? Orang beramai-ramai ke rumah Sekar itu sedang melayat,"
jawabnya.
"Melayat?" tanya Pandu agak bingung.
"Memangnya siapa yang meninggal?" tanya Pandu lagi.
"Melayat ke Sekar, dia kan sudah meninggal kemarin," terang Ibu.
Seketika Pandu terpaku diam mendengar jawaban Ibu itu, kemudian Ia langsung bergegas masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Ibunya Sekar.
"Pandu." Ibu Sekar menengok ke pada Pandu dengan wajah kaget.
"Bu, ini ada apa?" Sekar kemana?" tanya Pandu bingung.
"Maafkan, Ibu. Ibu tidak mengabarimu karena kamu masih kerja jauh di kota, Ibu takut membuatmu terkejut, Nak," ujar Ibu Sekar dengan menangis.
"Sekar sekarang dimana?" jawab Pandu agak lemas.
Dengan menangis tersedu-sedu Ibu Sekar menjawab. "Sekar sudah meninggal kemarin, Nak. Dia sakit demam dua hari, lalu kemarin dia meninggal."
"Sekar memang tak memperbolehkan Ibu mengabarimu jika dia sakit atau ketika dia sudah meninggal, dia takut membuatmu terkejut dan akhirnya mengganggu konsentrasimu saat bekerja,"
"Mengapa, Bu?? Mengapa?? Aku adalah tunangannya, dia calon istriku ! Teriak Pandu tegas.
"Iya maafkan Ibu, Nak" ujar Ibu Sekar sambil menangis tersedu-sedu.
"Ini sangat tidak adil untuk saya, Bu. Mengapa saya tidak boleh melihat calon istri saya untuk terakhir kalinya, Bu. Aaaarrrrgghhhhhhh! Sambil menangis meraung-raung
"Sudah lah, Pandu. Ini adalah takhir Allah, doakan saja Sekar agar tenang di sana. Ikhlaskan Sekar, Nak," ujar Ibu Sekar sambil mengelus lengan Pandu.
"Iya, Nak. Ikhlaskan Sekar dan doakan dia agar tenang di sana," saut tante Sekar.
"Tidak semudah itu …" ucapnya lirih.
"Bu, sekarang saya ingin ke makam Sekar, tolong antarkan saya kesana"
"Iya, Nak. Mari Ibu antar"
Kemudian Pandu diantar ke makan Sekar, di sana Pandu menangis tersedu-sedu tak kuasa menahan rasa sedihnya saat melihat makam Sekar. Menangis di atas makam dengan mengelus-elus nisan Sekar.
Akhirnya impian untuk menikah dengan kekasihnya yang tercinta kini hanya seperti fatamorgana.
Karya Firda Andini 👇
Anjay dibayar kah buat ginian
BalasHapusIya kalau udh ada adsense
BalasHapusSedih sih, karena mengisahkan 2 tunangan yang telah dijalani selama 6 bulan,, semangat ingin ketemu pujaan hati, malah ditinggalkan sejauh matahari.. Tinggal kenangan sedih, yang buat hidup tak lagi berarti..
HapusMantabb cerpennya